Kamis, 12 April 2012

SIkap Rendah Hati

Saya selalu terkagum-kagum melihat beberapa musisi terkenal yang ternyata masih mampu tampil ramah dan rendah hati. Banyak diantara mereka bahkan menampilkan pribadi yang bersahaja, murah senyum dan dekat dengan penggemarnya. Mengapa saya kagum?Tidak hanya dari kalangan artis, dari kalangan guru2 yang pernah saya temui, mereka memiliki jiwa kerendahan hati yang luar biasa. Seperti kata pepatah, " tanaman padi makin tua makin merunduk dan berisi". Hal inin sedikit berbalik dengan keadaan banyak anak muda jaman sekarang (meskipun saya masih muda jua,,heheh), keadaan yang baru saja mereka tempuh hanya unntuk misi pencarian bekal hidup masa akan dating. bersikap sombong, angkuh, dan merasa bahwa dirinya hebat sudah berada di posisi tersebut. Wahai anak muda, bersikaplah biasa saja karena masih banyak orang hebat di luar sana.
Kebanyakan orang akan menanyakan tentang identitas diri secara detail, dari anak mana, skul dimana, kerja apa, anak siapa, dll. Ini sungguh di sayangkan jika saja mereka membatasi diri dengan orang lain karena hanya status (ini bukan jamannya kerajaan hindu ya yang masih mengenal kasta,,heheh). Alangkah sayangnya jika kesuksesan menjadi lenyap ditelan angin hanya karena sikap tinggi hati ini. Ketika sikap seperti ini yang menguasai kita, maka sadar atau tidak, akan ada begitu banyak hal yang baik akan sirna dari diri kita. Bukan hanya manusia saja, tetapi Tuhan pun sangat menekankan sikap rendah hati ini, dan itu merupakan sebuah kunci yang mutlak untuk dimiliki karena kita harus sadar bahwa semua berkat, keberhasilan atau kesuksesan itu sesungguhnya berasal dari Tuhan.
Saat kita berusaha mencapai puncak, hal ini laksana mendaki gunung. Agar lebih mudah mendakinya, maka badan kita harus condong ke depan dan pandangan mata ke arah bawah. Pernahkah kita melihat seorang pendaki gunung berjalan sambil menegakkan badan, mendongakkan kepala dan membusungkan dada? Semakin curam jalan yang kita daki, kita pun semakin merunduk, bahkan merayap. Bukankah pada dasarnya panjat tebing dilakukan dengan merayap?
Tatkala sudah di puncak, rendah hati tetap harus menghiasi diri. Angin pasti berhembus lebih kencang ketika kondisi kita di puncak. Agar bisa bertahan bahkan maju terus walaupun terpaan angin begitu besar, maka kita harus berjalan sambil membungkuk. Semakin kencang anginnya, berarti badan kita semakin membungkuk bahkan merayap.
berikut ada sepenggal cerita antara seorang cendikiawan dan nelayan:
Pada suatu sore yang cerah, seorang cendekiawan ingin menikmati pemandangan laut dengan menyewa sebuah perahu nelayan dari tepi pantai. Setelah harga sewa per jam disepakati, keduanya melaut tidak jauh dari bibir pantai. Melihat nelayan terus bekerja keras mendayung perahu tanpa banyak bicara, sang cendekiawan bertanya: "Apa bapak pernah belajar ilmu fisika tentang energi angin dan matahari? ""Tidak" jawab nelayan itu singkat. Cendekiawan melanjutkan " Ah, jika demikian bapak telah kehilangan seperempat peluang kehidupan Bapak "Nelayan cuma mengangguk-angguk membisu."  
APa bapak pernah belajar sejarah filsafat?" tanya cendikiawan. "Belum pernah" jawab nelayan itu singkat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Cendekiawan melanjutkan " Ah, jika demikian bapak telah kehilangan seperempat lagi peluang kehidupan Bapak". Si Nelayan kembali cuma mengangguk-angguk membisu.
"APa bapak pernah belajar dan bisa berkomunikasi dengan bahasa asing?" tanya cendikiawan.
"Tidak bisa" jawab nelayan itu singkat. "Aduh, jika demikian bapak total telah kehilangan tigaperempat peluang kehidupan Bapak"
Tiba-tiba... .. Angin kencang bertiup keras dari tengah laut. Perahu yang mereka tumpangi pun oleng hampir terguling. Dengan tenang Nelayan bertanya kepada cendekiawan
" Apa bapak pernah belajar berenang?" Dengan suara gemetar dan muka pucat ketakutan, orang itu menjawab "Tidak pernah" Nelayanpun memberi komentar dengan percaya diri "Ah, jika demikian, bapak telah kehilangan semua peluang hidup bapak"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar